Apa yang melatar belakangi P-DBK ?
Kesehatan merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita-cita bangsa. Sesuai dengan misi kementerian kesehatan yaitu mewujudkan
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, kementerian kesehatan diharapkan
mampu melaksanakan tugasnya untuk membuat masyarakat Indonesia menjadi sehat melalui
peningkatan akses terhadap sumber daya di bidang kesehatan dan pelayanan
kesehatan, tidak terkecuali di daerah terpencil sekaligus.
Demi mencapai tujuan
tersebut, pembangunan kesehatan di Indonesia diukur dengan indikator
pembangunan kesehatan. Namun, kenyataannya masih ditemukan kesenjangan
indikator pembangunan kesehatan antar daerah. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2007, ditetapkan 24 indikator yang disajikan menjadi suatu indeks yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan
masyarakat setiap kabupaten/kota di Indonesia. Indeks ini adalah Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang erat hubungannya untuk menilai
umur harapan hidup khususnya di wilayah kabupaten/kota. Dari IPKM dapat
diketahui kesenjangan antara kabupaten/kota dan dapat diketahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat kesehatan di luar
faktor-faktor ketenagaan, biaya, teknologi, geografi, dan sarana prasarana yang
selama ini memperoleh perhatian besar dari berbagai pihak.
Ternyata tidak semua daerah
dengan IPKM rendah adalah daerah yang miskin, maka diperlukan upaya khusus
untuk hal tersebut. Terhadap daerah tersebut, Kementerian Kesehatan
menetapkannya sebagai Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Terdapat 10 provinsi
dimana lebih dari 50% dari kabupaten/kotanya masuk dalam kriteria IPKM yang
perlu menjadi daerah prioritas dan ada 130 Kabupaten/Kota yang masuk dalam
criteria DBK. Dengan memberikan perhatian kepada DBK, diharapkan dapat terjadi
peningkatan IPKM dan kesenjangan antar daerah semakin kecil. Maka upaya yang
dilakukan adalah dengan mencanangkan Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan
(P-DBK) dimana salah satu upaya yang dilakukan adalah menjembatani daerah
dengan berbagai pihak baik di pusat maupun daerah, bahkan dengan lingkungan
internal daerah sendiri atau dengan masyarakatnya, agar kinerja sistem
kesehatan DBK tersebut bangkit dan semakin dinamis.
P-DBK telah menjadi salah
satu upaya reformatif dan akseleratif dalam Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2010-2014. P-DBK terutama diarahkan kepada upaya membantu daerah
untuk mengurai/ menghilangkan setiap penyulit untuk meningkatkan
kegiatan-kegiatan pelayanan inovatif yang mampu mendorong peningkatan setiap
indicator IPKM, dengan memprioritaskan pencapaian indikator yang mempunyai
bobot besar bagi peningkatan derajat kesehatan melalui semakin membaiknya nilai
IPKM dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan Usia harapan hidup
(UHH) sebagai salah satu pilar dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Bagaimana pelaksanaan P-DBK ?
Menurut Permenkes No.27 tahun
2012 tentang Penanggulangan Daerah Bermsalah Kesehatan, P-DBK adalah upaya
kesehatan terfokus, terintegrasi, berbasis bukti, dilakukan secara bertahap di
daerah yang menjadi prioritas bersama kementerian terkait, dalam jangka waktu
tertentu sampai mampu mandiri dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di
bidang kesehatan seluas-luasnya. Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan Tim
Pendamping dari pusat dan provinsi. Keberhasilan pendampingan sangat diharapkan
dengan menghindarkan terjadinya ketergantungan DBK terhadap pendampingan.
Kegiatan pendampingan
merupakan inti dari P-DBK. Pendampingan merupakan aktifitas yang dominan dengan
memanfaatkan pendekatan non material untuk menggerakkan, bukan menggantikan
fungsi daerah. Dari kegiatan pendampingan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan daerah untuk mengidentifikasi, mengurai, dan mengatasi permasalahan
kesehatan dengan meningkatkan inovasi, kreativitas, dan terobosan yang dapat
memberdayakan ujung tombak kesehatan (poskesdes, polindes, posbindes,
dasawisma, kader, dll).
Dalam pelaksanaan PDBK,
Kementerian Kesehatan membentuk Tim Pendamping Pusat, Provinsi membentuk Tim
Pendamping Provinsi, dan Kabupaten/ Kota membentuk Tim Pendamping Kabupaten/
Kota.
Tim Pendamping harus mampu berperan sebagai :
1.
Penggerak,
2.
Penstimulir (bukan menggantikan fungsi petugas daerah,
namun bergerak aktif bersama tim daerah),
3.
Melakukan mentoring,
4.
Sebagai katalisator,
5.
Penghubung (liason
officer) antara pusat dan daerah.
Apa itu
kalakarya ?
Kalakarya bertujuan
untuk meningkatkan dan memelihara kinerja suatu tim, dalam konteks P-DBK adalah
seluruh instansi beserta ujung tombaknya yang memiliki peran dalam kesehatan.
Berangkat dari hukum berpikir sistem yang mengatakan bahwa ”tidak ada pihak luar”,
maka semua SKPD bahkan kader memiliki andil dalam kondisi kesehatan di suatu
daerah.
Kalakarya adalah salah satu bagian dari kegiatan P-DBK. Dalam kegiatan ini semua pemangku kepentingan
dan pelaksana teknis kesehatan dipertemukan dalam satu forum besar untuk berdialog.
Dalam Kalakarya, minimal terjadi :
1.
Pengenalan IPM, IPKM, ranking IPKM, hasil Riskesdas
disandingkan dengan data profil kesehatan Kab./Kota.
2.
Proses ”benturan” antara pemahaman lama
mengenai kesehatan, hubungan antar manusia, hubungan antar instansi/ SKPD, pemberdayaan,
pembagian tugas antar instansi/ SKPD untuk kesehatan, dll.
3.
Proses ”membangun pemahaman baru” tentang
semua hal yang dibenturkan. Diharapkan pada proses ini muncul suatu tekad untuk
mengubah pola pikir masa lalu menjadi pola pikir baru dan memperbaiki pola
interaksi antar instansi/ SKPD dan dengan petugas pelaksana kesehatan untuk
bersama-sama memperbaiki kondisi dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
4.
Cerita sukses DBK lain.
Kegiatan ini tidak hanya berhenti pada membuat komitmen bersama. Perlu
adanya pendampingan dari tim untuk
keberlanjutannya, dan akhirnya diharapkan akan terjadi perubahan yang positif
pada kondisi kesehatan masyarakat dan meningkatnya IPKM Kab./Kota DBK.
(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment